Dalam rangka memperingati Hari Pahlawan kali ini saya ingin
mencoba mengulas seorang tokoh perjuangan terkemuka yakni Bung Tomo.
Melalui kata katanya, beliau mampu “membakar” semangat juang pemuda Indonesia untuk
mempertahankan kedaulatan negerinya. Melalui radio ia mampu menggerakkan puluhan
ribu pemuda di seluruh Indonesia menuju Surabaya untuk mempertahankan
kedaulatan negaranya.
Setelah tentara Jepang kalah perang dunia, pasukan sekutu datang ke Indonesia untuk melucuti senjata tentara jepang, membebaskan tawanan belanda, dan meminta rakyat Indonesia untuk menyerahkan senjata hasil dari rampasan tentara Jepang. Namun pemuda Surabaya tetap menolak anjuran pihak sekutu.
Untuk diketahui sebelumnya, pada tanggal 31 Agustus 1945,
pemerintah Indonesia telah mengeluarkan maklumat yang berisi pengibaran bendera
merah putih pada tanggal 1 September 1945 ke seluruh pelosok negeri.
Namun anehnya, di beberapa tempat termasuk Hotel Yamato Surabaya,
Belanda tetap mengibarkan bendera nasionalnya, akibatnya terjadilah
pertentangan oleh arek Surabaya saat itu. Sejak peristiwa tersebut terjadilah
banyak pertempuran kecil yang mengakibatkan pemimpin pasukan sekutu, yang juga
pimpinan pasukan Inggris Jendral Mallaby tewas.
Mendapati hal itu, Inggris murka kepada Indonesia dan meminta
Soekarno untuk berdiplomasi dengan rakyat Surabaya supaya menyerahkan senjata, namun mereka menolak permintaan tersebut dan bahkan mulai melakukan perlawanan kepada pihak sekutu. Alih alih tentara sekutu mengira mereka dapat menguasai Surabaya dalam tempo 3 hari, yang
terjadi ialah hingga 3 minggu pertempuran tidak kunjung usai.
Menurut sumber Tempo, perjuangan yang tidak padam tak terlepas dari peran Bung Tomo sang orator. Melalui media radio-lah Bung Tomo dibantu rekannya seorang seniman dari amerika Ktut Tantri terus menyuarakan pemberontakannya lewat radio.
Dikutip dari detik.com Bung Tomo diketahui aktif dalam dunia
Jurnalistik. Dirinya tercatat pernah menjadi wartawan lepas harian Soeara
Oemoem Surabaya tahun 1937, redaktur mingguan Pembela Rakyat Surabaya tahun
1938, wartawan dan penulis Ekspres Surabaya, dan pemimpin redaksi Kantor Berita
Domei tahun 1942-1945.
Pidatonya di Lapangan Banteng Surabaya sangat berkesan di benak pemuda Indonesia saat itu. Hal ini terbukti dengan berkumpulnya puluhan ribu pemuda Indonesia dari berbagai daerah menuju Surabaya untuk mempertahankan kemerdekaan.
Berikut salah satu kutipan pernyataan Bung Tomo, “Hai tentara Inggris!
Walaupun kau menyuruh kita menyerah dengan mengembalikan senjata dan angkat
tangan kosong, namun selama banteng – banteng Indonesia masih memiliki darah
merah untuk membuat secarik kain putih menjadi berwarna merah putih, maka
selama itu kita tidak akan mau menyerah.” Semboyan Bung Tomo yang terkenal saat
itu ialah “Merdeka atau Mati.”
Berkat orasi dan semboyan Bung Tomo, banyak pemuda berkumpul melakukan perlawanan terhadap tentara Inggris. Puluhan ribu tentara rakyat dari pihak sipil Indonesia dilaporkan tewas, begitu pula dengan ribuan tentara Inggris. Beberapa tahun kemudian Inggris mulai mengakui bahkan membantu proses pengakuan kemerdekaan Indonesia di PBB. Pertempuran 10 November 1945 diperingati tiap tahunnya sebagai hari pahlawan.
Komentar
Posting Komentar