“Aduh Emak asiknye…nonton dua duaan…mirip nona dan tuan di
gedongan.” Pernah gak sih dengar lirik lagu itu? Kalau belom, anda harus check
lagi pengetahuan anda mengenai Legenda Musik Indonesia ya teman. Ups, tapi kita
lagi gak bahas lagu tersebut ya karena yang akan kita bahas kali ini ialah sejarah
cinema yang seringkali dikunjungi oleh kawula muda metropolitan.
Sudah sedia Pop Corn ya sebelum masuk? Dari pengamatan penulis
seringkali sih ya cemilan wajib nonton ya Pop Corn. Buat kalian yang sering
nonton di pojok bioskop bareng pacar pasti sering banget mengingat nostalgia
berdua disana. (ya ga…hehhe)
Jadi begini teman, Bioskop sendiri merupakan gedung pertunjukan
dimana penonton disuguhkan visual yang disertai audio yang menggelegar. Saat
ini cinema kian maju dengan adanya teknologi 3D yang menjadikan gambar seperti
nyata. Perkembangannya menjadi Smart Home Theatre yang menghadirkan suasana
bioskop sampai rumah. Namun permulaan bioskop itu sendiri bagaimana ya? Stay
tune disini makanya. Ayo kita lanjutin..
The 1st Chapter
Publik mengenal dunia perfilman setelah munculnya industri
fotografi. Awalnya mereka menginginkan sesuatu yang lebih dari sekedar foto
cetak itu sendiri, kira kira seperti melihat gambar yang digabungkan kemudian
menjadi sebuah cerita bergerak.
Untuk merealisasi itu semua, Thomas Alva Edison dibantu temannya
mengadakan penelitian menggunakan tehnik mengintip layaknya sniper yang sedang
membidik dari lubang kecil. Hal tersebut memberikan inspirasi baginya dalam
menemukan alat menonton visual bergerak.
Konsep dasarnya ialah memindahkan gambar bergerak hasil dari
teropong senapan kedalam fitur kamera, caranya ialah dengan menggabungkan
gulungan roll dari banyak foto dan menjadikannya gambar bergerak.
Disebut Kinetoscope, alat ini seperti kamera dengan sebuah
lensa optik berukuran 35 mm yang terdapat pada lemari kaca, sehingga
masyarakat dapat dengan mudah menonton gambar bergerak yang merupakan hal baru
di masa itu. Hal tersebut menimbulkan efek curiosity bagi pencinta fotografi
sehingga publik berduyun- duyun menuju kesana, tentunya bayar ya.
wikimedia |
Store komersil pertamanya ada di Herald Square, yang membuat alat
tersebut mulai mendunia dan berkembang pada tahun 1894. Dengan demikian
penggunaan mesin ini mulai menyebar ke seluruh penjuru dunia yang kelak menjadi
cikal bakal kemunculan bioskop.
Di tahun 1895 Lumiere Brothers berhasil mengembangkan Kinetoscope
menjadi sebuah proyektor. Di tahun yang sama para produsen cinema mulai
menggunakan Projector yang memantulkan gambarnya ke layar untuk disaksikan
dalam sebuah gedung pertemuan. Bernama Lumiere Cinematograph yang merupakan
kombinasi kamera, projector, serta printer film dalam satu alat.
Masa Keemasan Bioskop
Sumber scienceandmediamuseum.org.uk mengatakan beberapa puluh
tahun kemudian, tepatnya di tahun 1930an para pakar cinema mulai menggunakan
proyektor dengan tambahan warna dan suara. Mereka menamainya bioskop yang
berasal dari bahasa yunani bios’ yang berarti hidup,
dan skopos' yang artinya melihat. Bahkan pada tahun 1940 di
Inggris lebih dari 31 juta orang datang ke bioskop tiap minggunya.
Saat ini penggunaan alat lebih komplek bahkan menjadi digital dan
mudah untuk diputar. Proyektor yang digunakan untuk pemutaran film di
Bioskop rata rata memiliki resolusi yang cukup tinggi antara 2000 hingga 4000
pixel.
Menurut sumber filmmaker.id bioskop pertama di Indonesia berdiri
pada tahun 1900 yang terletak di jalan Tanah Abang 1, Jakarta. Hampir semua
bioskop di Indonesia berkonsep bangunan semi permanen.
Bioskop permanen baru ada sekitar tahun 1905 yang diikuti kemunculan bioskop terbesar pertama di Indonesia yaitu Metropole pada tahun 1951.
Menarik
BalasHapus