The Verge |
Jejak pemasaran digital sudah mulai terlihat jelas di dunia daring
sejak kemunculan Era Revolusi Industri 4.0. Transaksi ini
ditandai dengan metode perdagangan elektronik oleh Jeff Besos yang mendirikan
Amazon.com pada tahun 1994. Berpusat di Seatle Amerika Serikat, kemunculannya
diikuti oleh para pelaku perdagangan elektronik lainnya seperti E-bay, dan
Alibaba besutan JackMa.
E-commerce merengkuh metode jual beli jauh lebih mudah. Pasalnya,
hanya dengan beberapa sentuhan, konsumen mampu membeli serta menjual barang
dagangannya tanpa mengenal batas dan waktu. Di Indonesia kita mengenal Lazada,
Tokopedia, Shopee, serta OLX yang saat ini masih memegang kendali transaksi
online.
Roadmap ini memungkinkan
para pelaku bisnis senantiasa mencari inovasi baru dalam menjalankan roda
perekonomian. Selain bebas distribusi jarak dan waktu, pengusaha mampu
memangkas biaya operasional dan distribusinya. Bahkan dikala pandemi, sebagian
pebisnis justru menganggap ini sebagai "Blessing in disguise".
Beberapa pengusaha sukses seperti yang dikutip majalah SWA menyatakan dalam dunia digital selain menguasai
teknologi, pelaku usaha juga dituntut untuk memiliki ide inovatif. Hal ini
dimaksudkan untuk menciptakan layanan baru berbasis teknologi, agar mampu
bersaing di pasar digital yang semakin kompetitif.
Seperti yang dilakukan Anggi Pamungkas Sugiri, Co-Founder Haveltea Indonesia. Semenjak covid 19, dirinya
melakukan terobosan pemasaran produk dengan cara packaging teh dari rempah
rempah, serta mengemasnya dalam beberapa varian. Kemudian ia memasarkan produknya
ke marketplace seperti Blibli.com, Shopee serta
Tokopedia.
Untuk tetap menjaga loyalitas pelanggan, Anggi mencoba selalu memberikan edukasi mengenai produknya lewat Instagram tentang tehnik meracik teh, pengolahan bahan baku, cara mengelola lingkungan hidup, dan giveaway
kepada konsumen. Kombinasi kualitas produk, pengemasan, serta aktivasi
pemasaran digital menjadikannya salah satu Leader di marketplace.
Dilain tempat, dalam rangka meningkatkan kompetensi pelaku usaha
di dunia daring, Presiden RI menargetkan digitalisasi pelaku UMKM sebanyak 10
juta usaha di tahun 2020. Dilatarbelakangi banyaknya konsumen yang cenderung
tidak keluar rumah untuk bertransaksi, hal ini justru menjadi peluang pengusaha
untuk menggaet pelanggan melalui dunia digital.
Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Koperasi saat ini terus
memberikan stimulus kepada pelaku ekonomi kreatif, salah satunya UMKM yang merupakan kekuatan ekonomi di Indonesia. Menurut situs
resmi Kementrian Koperasi dan UKM, Hingga saat ini pemerintah telah mengeluarkan
22 triliun untuk bantuan produktif gratis kepada para pengusaha mikro (Link Pendaftaran)
Selanjutnya Kementrian Koperasi lewat websitenya menerangkan,
pemerintah juga telah mengeluarkan platform khusus yang diberi nama PADI. Dengan aplikasi tersebut para pelaku UMKM mampu menawarkan
barangnya kepada instansi BUMN.
Melalui aplikasi ini, pengadaan barang atau jasa untuk
kementrian dapat diperoleh dari pelaku UMKM. Namun sayangnya masih banyak
pelaku usaha yang belum siap dengan transisi konvensional menuju digital.
Banyak dari mereka yang belum siap melakukan transaksi elektronik, serta ketidaksiapan dalam menyediakan barang secara online.
Komentar
Posting Komentar